Catatan Baca: Building a Second Brain (Tiago Forte)

Building a Second Brain Book Review

Judul: Building a Second Brain, A Proven Method to Organise Your Digital Life and Unlock Your Creative Potential
Penulis: Tiago Forte
Penerbit: Profile Books
Rating: 8/10

Buku yang penuh dengan practical tips untuk membuat second brain, supaya kita bisa mengatur pengetahuan dan informasi, yang nggak cuma sekali pakai, tapi bisa dimanfaatkan terus-menerus.

Cocok bagi yang sudah punya kebiasaan mencatat, atau sedang tertarik untuk mulai membangun kebiasaan menyimpan dan mengoleksi informasi karena second brain ini lebih dari sekadar catat-mencatat.


Waktu gue tanya di Instagram story, ternyata masih banyak yang asing dengan istilah “second brain” ini.

Kita udah punya otak sendiri, terus apa lagi nih yang disebut otak kedua? Otak sendiri aja nggak cukup gitu?

Spoiler: Tentu nggak :)

Otak kita pada dasarnya dipakai untuk berpikir, bukan untuk menyimpan atau mengingat berbagai macam hal. Ya memang beberapa orang dianugerahi ingatan yang oke, tapi di zaman sekarang, di mana kita perlu keep up dengan banyak informasi yang berguna untuk kehidupan personal dan professional, mengandalkan ingatan sendiri aja nggak cukup.

Segala informasi, pengetahuan, refleksi, dan lain sebagainya simpan saja di dalam second brain. Taruh di situ supaya nggak menuh-menuhin otak kita yang sesungguhnya. Taruh di situ supaya memudahkan diri sendiri saat mau memakainya.

Gue kasih contoh dulu ya. Misal nih: Gue lagi kepengin bikin konten tentang perfeksionisme. Kenapa sih kita sebagai manusia ada aja yang punya tendensi segala sesuatu maunya perfect, bikin ini bikin itu harus bagus dulu, kalau nggak sesuai “standar sempurna” revisi terus tanpa henti?

Itu salah satu pertanyaan yang cukup mengusik gue, sampai dalam rentang waktu beberapa bulan, gue ketemu dan baca beberapa buku, dan dari sumber yang berbeda-beda itu ternyata ada bahasan tentang perfeksionisme yang jadi menonjol buat gue. Semuanya menarik, dan bisa nih jadi sumber gue bikin konten.

Skip forward ke momen saat gue mau beneran bikin kontennya, apakah gue bisa ingat berbagai macam kutipan buku itu? Mungkin hanya samar-samar, tapi isi persis kalimatnya jelas nggak mungkin gue bisa ingat semua. That’s when second brain comes into play.

Apa sih “second brain” itu?

Sederhananya, “second brain” ini adalah tempat kita menyimpan, mengatur, dan menyortir semua informasi. Second brain ini nggak hanya berguna untuk saat ini, tapi juga untuk diri kita sendiri di masa mendatang.

Kalau versi analog, ada yang disebut commonplace book, alias buku yang dipakai untuk mengumpulkan semua pengetahuan dengan cara menuliskannya. Nah, second brain ini bisa dibilang commonplace book versi digital.

“Building A Second Brain is a methodology for saving and systematically reminding us of the ideas, inspirations, insights, and connections we’ve gained through our experience. It expands our memory and our intellect using the modern tools of technology and networks.”

(Source)

Apa dong bedanya dengan catatan biasa?

Pertanyaan itu dijelaskan Tiago Forte dengan di buku ini. Lengkap dengan beberapa contoh yang bisa bantu pembaca, khususnya buat pemula yang baru pertama kali berhadapan dengan metode Building a Second Brain (BaSB).

Tebakan gue, habis lo baca, bisa-bisa langsung pengin praktik :D

Kenapa perlu punya, atau seenggaknya mempertimbangkan untuk punya second brain?

Ada sebutan “knowledge worker” yang dipakai Tiago Forte di buku ini. Terlepas dari apa itu profesi atau pekerjaan kita, kalau sehari-hari menghabiskan waktu untuk mengonsumsi, mengatur, dan mengimplementasikan banyak informasi, itu artinya kita juga termasuk sebagai knowledge worker.

Content creator, Journalist, Marketing Executive, Product Designer, CEO, semuanya pakai informasi untuk kerja.

Yang jadi tantangannya adalah, di satu sisi kita dimudahkan mengakes informasi yang nggak terhitung jumlahnya, tapi di sisi lain muncul juga “penyakit” baru: information overload. Saking banyaknya informasi, malah bikin bingung dan jadi susah untuk mengambil keputusan.

Again, that’s when second brain comes into play.

Kita perlu sistem yang bisa membantu diri sendiri untuk mengakses, menghubungkan, mempertajam, dan mencari semua ide dan informasi itu dengan gampang. Karena itu jugalah, second brain disimpan di dalam digital tool. Supaya bisa diorganisir dengan gampang, juga mudah untuk dicari dengan sesimpel ketik keyword yang dimau.

Tool apa yang bisa jadi second brain?

Aplikasi note-taking, atau aplikasi yang salah satu fungsinya adalah untuk mencatat.

Yang penting, aplikasi yang dipakai punya fungsi:

  • Pencarian: Tinggal ketik keyword yang dimau.

  • Bisa dikelompokkan: Entah berdasarkan folder atau kategori, tergantung istilah aplikasi masing-masing.

  • Sinkronisasi: Can be synced across multiple devices, karena minimal kita pasti pakai di dua tempat satu di handphone, satu di laptop.

  • Mudah di-share: Nambah user yang bisa mengakses catatan itu (kalau kerja tim misalnya), atau punya opsi export ke file dengan format tertentu yang bisa dikirim ke orang lain.

Beberapa aplikasi yang biasa dipakai untuk jadi second brain:

  • Notion

  • Obsidian

  • Roam Research

  • Evernote

  • Google Keep

  • Apple Notes

  • Bear

  • Craft

  • Microsoft OneNote

Cara bikin second brain: Metode CODA

C: CAPTURE

  • Mulai dengan menyimpan yang secara intuisi buat lo menarik, berguna, mengejutkan, menginspirasi, dan/atau personal.

  • Bisa berupa: highlight dari artikel, kutipan dari buku yang dibaca, meeting notes, obrolan, refleksi, apa pun itu yang ada di pikiran.

  • Mulai bikin jadi kebiasaan untuk rajin “nangkap”.

O: ORGANIZE

Atur semua catatan yang dipunya. In this book, Forte showcasing his PARA method. Kelompokkan catatan berdasarkan:

  • P: Projects

    • Short-term efforts

    • Yang lagi dikerjain sekarang

  • A: Areas

    • Long-term responsibilities

    • Walau nggak langsung detik ini juga langsung dipakai, tetap butuh informasi-informasi pendukung buat bantu kita dalam jangka panjang

  • R: Resources

    • Topik menarik yang kira-kira bakal berguna untuk diri sendiri di masa depan.

    • Anggap ini sebagai tempat menampung reference materials, atau bank riset

  • A: Archives

    • Projects yang udah selesai, atau malah yang udah nggak relevan bisa masuk ke Archives.

    • Seenggaknya kalau suatu saat butuh, pas dicari bisa muncul juga catatannya.

Projects - Building a Second Brain

Contoh Projects dari buku BaSB

The best way to organize your notes is to organize for action , according to the active projects you are working on right now. Consider new information in terms of its utility , asking, “How is this going to help me move forward one of my current projects?
— Building a Second Brain, Tiago Forte

D: DISTILL

  • Cari intinya. Misal, lo nyimpen highlights and notes dari ebook sampai ada total 700 kata. Jangan cuma copy paste aja, tapi juga bikin executive summary-nya.

  • Bikin catatan yang bisa membantu diri sendiri saat nanti dilihat lagi.

E: Express

  • It’s time to show your work.

  • Jangan nunggu sampai sempurna. Start small. Pecah jadi bagian-bagian kecil yang bisa mulai dikerjakan dulu.

    • Contoh: Anggaplah gue mau bikin blog post baru. That’s my active project. Dan tulisanyang mau gue bikin ini lumayan banyak pembahasannya. Gue bisa mulai project ini dengan pecah lagi jadi smaller projects:

      • 1st section: xxxx

      • 2nd section: xxxx

      • 3rd section: xxxx

      • 4th section: xxxx

    • Tiap section itu bisa gue bikin dari notes yang ada/yang gue simpan di second brain. Bakal lebih gampang karena gue udah punya banyak materialnya (thanks to my capturing habit), udah jelas di mana tempatnya, dan project ini jadi nggak terlalu mengintimidasi karena bisa gue pecah, bongkar pasang kayak lego sampai bisa kesusun jadi final result-nya.

  • Mau bikin apa? Ya bisa macam-macam. Lo sendiri yang bisa jawab. Second brain ini bisa buat personal life, bisa buat professional life, bisa juga buat side hustle lo. Selama itu melibatkan ide, informasi, insight dan pengetahuan, metode BaSB ini menurut gue bakal membantu dan akan memudahkan diri sendiri.

Yang perlu diingat saat mau mencoba…

  • Jangan habisin waktu untuk cari aplikasi note-taking yang sempurna sebagai second brain. Masing-masing punya kelebihan dan kekurangannya.

    • Kasih batasan waktu untuk riset dan eksplor aplikasi-aplikasi yang ada. Misal: Gue mau coba compare Notion dan Obsidian ah Sabtu ini. Ya udah, puas-puasin di hari itu buat nonton review, install dan coba-coba. But that’s it. Jangan lebih dari itu karena yang ada bakal keasyikan riset tapi nggak mulai-mulai :p

    • Ingat, apa yang cocok untuk satu orang, belum tentu buat lo cocok juga. Jadi mesti tahu juga diri sendiri punya tendensi kayak gimana saat collect, create, and organize notes. Lo butuh aplikasi yang punya fitur utama apa?

  • Be mindful when you’re highlighting something. Jangan sampai overhighlight; banyak catatan, tapi nggak tahu itu fungsinya buat apa. Tips dari Forte:

    • “wait until you know how you’ll put the note to use.”

    • “start by highlighting the most interesting points from a group of notes that I think will be relevant to the topic at hand.” -> kata kunci: relevant to the topic at hand. Highlight saat emang lagi mau ngerjain/eksplor topik tertentu.

What’s next?

Kalau lo mau coba BaSB, bisa mulai dari:

  • Pilih satu project yang mau dikerjain. Bisa apa aja loh ya. Misal: Implement effective meeting for the next weekly meeting.

  • Bikin outline dengan goals, intentions, questions, and considerations. Masih pakai contoh yang sama:

    • Goals: Bikin plan dan action items yang lebih baik tanpa membuang-buang waktu.

    • Intentions: Semua yang terlibat di meeting tahu objective dan expected outcome-nya.

    • Questions: Apa yang biasanya bikin meeting krik-krik? Gimana biar tiap orang bisa mengutarakan pendapat dan idenya tanpa rasa sungkan?

    • Considerations: Yang junior mungkin bakal segan kalau ngomong belakangan. Introvert mungkin perlu cara brainstorm atau diskusi lain dengan grup yang lebih kecil, atau metode tertulis dulu sebelum meeting?

  • Cek: Ada nggak buku atau artikel yang bisa jadi sumber referensi yang bisa gue gunakan untuk bikin meeting yang lebih efektif? Ada nggak orang yang bisa gue tanya tentang hal ini? Apakah ada podcast/video yang bisa cek juga?

    • Contoh: Oh, gue nemu artikel HBR “How To Run a Meeting” dan video 10 Tips for Running CRAZY Effective Meeting. Apa aja yang bisa gue ekstrak dari artikel ini untuk gue simpan di second brain?

    • Dari yang gue simpan, kerucutkan lagi: Apa yang bisa gue mulai implementasikan di kantor?

    • Praktikkin ke tim yang dipunya, lalu minta feedback dari mereka. Lebih enak nggak kalau meeting-nya dibikin begini? Adjust and iterate from their feedback for the next meeting.

  • Nantinya, notes gue tentang cara bikin meeting ini bisa jadi SOP di kantor, atau gue jadiin guidance buat tim lain juga untuk mereka coba. Catatan yang sama, bisa juga jadi bahan sharing session atau ngajar tentang productivity atau time management di lingkup kerja. The possibility is endless. Yang pasti gue tahu gue udah punya catatannya, dan bisa diambil kapan pun kalau gue butuh :)

Gimana, udah lebih kebayang tentang second brain setelah baca ini? Mau coba bikin juga?

Overall, Building a Second Brain bisa jadi buku yang berguna buat kasih fondasi awal untuk lebih organized. Penerapannya gimana, bisa kita otak-atik sendiri, nggak mesti plek-ketiplek ngikutin formulanya Tiago Forte juga. Bukunya gue kasih 8/10 karena sebagai penganut kadang analog kadang digital, kasihan yang analog berasa nggak disebut bagusnya apa. Hahaha. Ada juga beberapa part di buku ini yang kesannya repetitif buat gue.

Tetap gue rekomen untuk dibaca, karena second brain ini bisa membantu, khususnya buat kita knowledge worker yang butuh menangkap dan mengolah berbagai macam pengetahuan dan informasi untuk pekerjaan sehari-hari.