Mau Nyoba Journaling, Mulainya Dari Mana?

Beberapa hari lalu, gue dapat chat dari Aldo (adik gue). Dia lagi kepikiran mau mulai journaling dan nanya tips-nya. Itu bikin gue sadar, walau gue udah sering bikin konten dan kelas soal journaling, buat pemula bisa jadi malah bingung: “Mulainya dari mana?” Banyaknya informasi belum tentu klop dengan apa yang dibutuhin, terutama buat orang yang baru mau coba. So, this post is made for you, my little brother—and also for you, my dear readers, who want to start journaling.

Sebelum mulai ke step by step-nya, mari kita samakan dulu perspektif untuk membaca post ini.

Sederhananya, journaling adalah praktik menuliskan pikiran, perasaan, pengalaman, atau refleksi. Buat gue, journaling bisa digolongkan ke dalam dua kategori––yang pertama sebagai hobi, dan yang kedua sebagai alat bantu. Tapi sebenarnya, ada juga sisi tengah-tengahnya.

Kadang kita nulis bukan karena mau bikin halaman estetik, tapi juga belum tentu karena lagi nyari solusi atas masalah tertentu. Bisa jadi kita cuma pengen nyatet sesuatu yang lagi dirasain, biar lega, biar lebih paham diri sendiri. Atau justru lagi pengen nulis yang rapi banget karena enak aja dilihat mata, yang indah-indah bikin mood happy soalnya. Nggak apa-apa juga. Lain lagi buat yang suka ngulik sesuatu. Bisa tiba-tiba kepikiran mau nyoba riset tentang asal-muasal matcha, tiba-tiba tertarik mau bandingin macam-macam tinta fountain pen, jadi kepengen belajar bahasa Spanyol, dan mau catat itu semua. Ya nggak apa-apa banget.

Jadi kalau journaling lo sekarang (atau yang kepikiran mau dicoba) gado-gado isinya, kadang buat ngeluarin isi kepala, kadang buat nulis to-do list, kadang buat nyoba layout baru, nggak apa-apa, nggak ada yang aneh apalagi salah dari itu. Justru dari campuran kayak gitu, lama-lama lo bakal tahu journaling kayak apa yang paling dibutuhin dan paling dinikmatin.

Kalau lo mau nyoba journaling sebagai hobi, bisa mulai dengan beli notebook, pulpen, lalu tulis apa aja yang menyenangkan, kreasikan apa aja, gambar/tempel apa aja.

Nah, yang mau gue bahas di post ini adalah journaling yang tentu aja tetap sebuah aktivitas, tapi fungsinya bisa sebagai alat bantu.

Alat bantu untuk apa?

Ini yang penting untuk ditentukan di awal, karena tiap orang bisa beda-beda. Jadi, langkah pertama:

1. Tentuin dulu butuh dibantu di area apa

Contoh:

  • Si A lagi sering marah-marah belakangan ini. —> Journaling bisa jadi alat bantu untuk mengurai apa sebenarnya trigger dan kekusutan yang bikin dia gampang meledak.

  • Si B merasa akhir-akhir ini banyak banget distraksi sampai kerjaannya mulai keteteran dan sering banget kelupaan ide. —> Journaling bisa jadi alat bantu buat ngatur fokus, sekaligus jadi capture tool untuk naruh, bahkan meramu ide.

  • Si C belakangan ini lagi gampang sakit. —> Journaling bisa jadi alat bantu untuk merekam gejala, meal tracker, medicine tracker, hasil konsultasi dengan dokter, sampai catatan penting yang ditemukan tentang sakitnya itu.

  • Si D lagi susah tidur, banyak banget yang dipikirin. Overthinking tiap hari. —> Journaling bisa jadi alat bantu untuk mindahin semua yang menuh-menuhin kepala ke atas kertas. Dari yang udah kelihatan, bisa lebih gampang dipilih, mana yang memang penting, dan mana yang sebenarnya nggak penting dipikirin.

  • Si E lagi asyik-asyiknya develop skill baru. —> Journaling bisa jadi alat bantu untuk merekam small wins, milestones, dan progres sepanjang perjalanan itu.

Jadi kalau gue butuhnya ngatur fokus, tapi yang jadi contoh dan dilihat mulu di internet adalah journal orang yang lagi meregulasi rasa marahnya, ya nggak klop. Begitu juga sebaliknya.

Yang disebut di atas baru lima contoh, ya. Selain itu, masih banyak lagi yang bisa dibantu dengan journaling.

Lalu pertanyaan berikutnya, apakah cuma boleh pilih satu? Kalau gue butuhnya banyak, gimana?

Tentu boleh lebih dari satu. Nggak ada aturan dalam journaling yang bikin kita harus begini atau harus begitu. Tapi (tentu ada tapi di sini), kalau sikonnya lo baru mau mulai, saran gue fokus ke satu sampai dua kebutuhan dulu. Ibaratnya kita mau mulai olahraga biar bentuk badan makin bagus, ya dari bentuk perut, tangan, kaki, sampai pundak juga maunya bagus yekan. Di awal, lo nggak langsung latihan SEMUA gerakan. Kalau maksa pun, kemungkinan besar malah cedera. Pasti kalau olahraga bareng orang yang udah bisa (personal trainer, teman, atau ikut kelas yang ada instrukturnya), lo disarankan dan diajak fokus dulu di teknik dasar, biar ototnya terbiasa dulu. Begitu juga dengan journaling. Fokus ke kebutuhan dasar lo dulu. Build your habit first.

Bisa pakai beberapa pertanyaan ini untuk menyeleksi:

  • Apa yang paling sering menuh-menuhin kepala lo belakangan ini?

  • Apa kebutuhan yang kalau satu ini bisa terpenuhi, efeknya besar/positif buat lo?

  • Kalau lo cuma punya 15 menit buat nulis journal tiap hari, apa yang mau lo prioritaskan?

We recommend you begin with the priority that can make the most positive difference in your life or where you feel the most imbalance. You may find this area reflects one or more of your values that you aren’t honoring..

For example, you might have a core value related to family, and a life priority of spending more time with your family. Start small by making the decision to add one extra hour a week spending quality time with your family.

Of course, this will bump out some other activity, but you often bump out something that can be easily bumped out—or at least something that isn’t a big priority.

Continue adding weekly time to your life priorities until you have them rearranged to more closely match your ideal.
— S.J. Scott & Barry Davenport (Declutter Your Mind)

2. Tentuin apa yang mau dicatat

Setelah tahu lo butuh journaling buat bantu di bagian mana, langkah selanjutnya adalah nentuin seenggaknya satu jenis catatan yang bisa lo coba dan jadi kebiasaan baru.

Bayanginnya gini: Lo tahu mau improve stamina (itu area yang butuh dibantu), dan udah tahu salah satu caranya adalah dengan cardio (itu journaling-nya). Nah sekarang lo tinggal nentuin: jenis cardio-nya apa yang bisa lo mulai duluan (apa yang mau dicatat di journal-nya).

Kalau lo baru mulai olahraga lagi setelah lama vakum, mungkin lo pilih jalan kaki santai 15 menit atau naik tangga, bukan langsung treadmill lama. Tapi kalau lo udah rutin olahraga, lo bisa langsung nyobain HIIT atau treadmill 30 menit.

Bisa terapin hal yang mirip di journaling. Karena ini konteksnya buat lo yang baru mau mulai, hapus semua standar yang lo kira jadi keharusan.

Nggak ada yang harus saat lo mau journaling. Yang ada adalah beberapa opsi untuk dicoba.

Kalau lo baru mau mulai, cukup pilih satu hal kecil buat coba dicatat saat rasanya dibutuhin.

Gue ambil salah satu contoh dari poin sebelumnya:

Si B merasa akhir-akhir ini banyak banget distraksi sampai kerjaannya mulai keteteran dan sering banget kelupaan ide. —> Journaling bisa jadi alat bantu buat memilih apa prioritas hari ini, sekaligus jadi capture tool untuk naruh, bahkan meramu ide.

Catatan simpel yang bisa ditulis di journal untuk situasi si B:

  • 1 prioritas utama hari ini.

  • Tasks lain penting diingat dan relevan buat hari ini.

  • Rekap ide-ide yang muncul sepanjang jam kerja.

Step kedua ini, nentuin apa yang seenggaknya bisa ditulis menurut gue penting, biar saat buka buku catatan, kita nggak blank/nge-freeze karena bingung.

Gue suka menganggap journaling itu seperti meeting dengan diri sendiri. Yang pernah merasakan effective meeting pasti udah mudeng kalau penting untuk bawa dan memahami beberapa hal sebelum meeting bareng orang lain, biar saat ketemu dan membahas sesuatu, ya ada result dan gak cuma buang-buang waktu semua orang yang terlibat. Mulai dari objective meeting-nya apa sampai agendanya bahas apa aja. Mirip seperti itu, kita juga bisa merasakan manfaat dari journaling saat udah ada gambaran awal (nggak perlu detail) atas apa yang mau dicoba untuk ditulis di dalam journal-nya.

Semua catatan yang disebut di atas hanya beberapa contoh dan sifatnya fleksibel, ya. Nggak semuanya harus dipakai sekaligus. Eksperimen dulu buat lihat mana catatan yang kalau ditulis paling relevan dan ada dampak positifnya buat lo.

Ketika lo udah terbiasa nulis catatan sederhana dan mau nambah, tinggal disesuaikan lagi. Intinya, lo nggak harus langsung nulis panjang sampai berlembar-lembar, nggak harus estetik atau rapi. Yang penting, apa yang lo catat nyambung sama area yang mau lo bantu lewat journaling.

3. Eksperimen cari cara journaling yang cocok

Setelah tahu lo butuh journaling buat bantu di bagian mana (Step 1), dan tahu apa yang mau dicatat (Step 2), sekarang waktunya eksperimen: Nyobain gaya dan ritme journaling yang paling pas buat lo.

Bisa jadi lo lebih cocok nulis di pagi hari biar pikiran lebih clear sebelum mulai kerja, atau malah malam hari buat mindahin semua hal-hal yang berseliweran di kepala. Bisa juga lo lebih suka format harian yang terstruktur, atau malah ternyata cocoknya journaling bebas tanpa layout. Tiap orang punya preferensi yang beda, dan kalau lo baru mulai, bisa coba dulu salah satu dari ini:

  • Waktu: Pagi, malam, atau kapan aja saat dirasa butuh. Ini kita bukan lagi minum obat yang ada aturannya, jadi sebenarnya suka-suka aja.

  • Durasi nulis: 5 menit, 10 menit, 15 menit, atau dari panjang tulisan juga bisa. Mau nulis 1 kalimat aja bisa, 1 paragraf aja boleh, atau satu halaman buku juga nggak apa-apa. Mau nulis sesempatnya sambil nunggu jemputan bisa, sebelum lunch break kelar juga bisa, atau sambil nunggu anak tidur juga bisa. Bebas.

  • Yang dicatat: Banyak pilihan. Coba cek dari beberapa pilihan ini, mana yang menurut lo penting buat dicoba: feelings, reminders, gratitudes, to-do list, ide-ide, poin-poin penting yang terjadi hari ini, meeting notes, health log, family-related notes, project notes, book notes, sampai hobby bercocok-tanam juga bisa.

  • Layout buku catatan: Blank notebook biar bebas nggak terlimitasi struktur (ada yang halamannya plain, ruled/lined, dotted, grid), atau mau yang udah ada layout bulanan/mingguan/harian biar langsung isi kalau journaling-nya sambil semi planning (ini biasanya ada di planner) juga bisa. Mau kombinasi keduanya juga boleh-boleh aja.

Contoh: Gue suka journaling di pagi hari sebelum mulai beraktivitas. Gue pasang timer 15 menit biar nggak bablas kelamaan, karena ada hal lain yang mau dilakukan dong selain journaling hehe. Yang gue tulis kalau morning journaling biasanya morning check-in (gue ngerasa apa saat itu, mood gue gimana, badan gue rasanya gimana) biar gue lebih sadar current state gue seperti apa, lalu nulis bebas yang seringnya bikin muncul ide-ide baru yang menarik buat dieksplor nanti saat ada waktu. Lalu sepanjang hari, gue juga fleksibel naro catatan yang dianggap penting di buku.

Kebayang juga kalau ada yang paginya udah hectic karena harus ngurus keluarga, mungkin waktu, durasi nulis, dan cara gue journaling nggak bakal cocok buat dia. And that's okay.

Penting buat diperhatiin, mana yang bikin lo paling lega dan paling “lo banget”. Kalau lo bukan morning person, atau lo merasa baru bisa punya "me time" malam, silakan coba journaling di jam-jam malam. Kalau lo ngerasa gak bisa buka journal di tempat kerja, ya jangan dipaksa. Bikin note singkat aja di hape, lalu yang emang penting baru dipindah ke journal hanya kalau dirasa perlu. Variasi dan racikannya bisa macam-macam.

Eksperimen aja dulu, karena kalau nggak dicoba, nggak bakal tahu cocok atau nggaknya. Yang lagi dicoba, kasih waktu seenggaknya dua minggu. Dari situ, lo bisa mulai otak-atik dan bentuk kebiasaan journaling yang emang useful dan relevan untuk jangka panjang. Journaling bukan karena harus, tapi karena lo ngerasa journaling itu benar-benar bantu lo jalanin hidup dengan lebih sadar dan intensi yang jelas.

Nah, kalau udah sampai tahap ini, lo mungkin mulai penasaran juga: journaling-nya enaknya pakai apa?

Rekomendasi Produk

Kalau belum pernah, atau belum biasa analog journaling, coba deh journaling dengan tulisan tangan.

Why write them down? Each decision, until it’s been made and acted on, is simply a thought. Holding on to thoughts is like trying to catch fish with your bare hands: They easily slip from your grasp and disappear back into the muddy depths of your mind. Writing things down allows us to capture our thoughts and examine them in the light of day. By externalizing our thoughts, we begin to declutter our minds. Entry by entry, we’re creating a mental inventory of all the choices consuming our attention. It’s the first step to taking back control over our lives.
— Ryder Carroll (The Bullet Journal Method)

Notebook Brand Lokal:

Murah, kertas oke dan tahan menghadapi berbagai macam gel pen, bahkan fountain pen. Pakai highlighter juga bisa.

Planner Brand Jepang:

  • Hobonichi Weeks -> dated planner dan notebook jadi satu

  • Hobonichi Cousin -> dated planner dan daily pages untuk satu tahun

Gue udah pernah bikin video tentang Hobonichi, bisa ditonton di sini.

Planner dari brand lokal juga udah banyak. Gue sendiri belum pernah pakai, tapi kalau lo tertarik bisa juga cek brand-brand ini: Blessing Bell, Keartas Studio, Life Plan Journal, Prayn.co, Fawn & Luna, dan White Bridge. Ada semua di marketplace, silakan dilihat-lihat.

Gel Pen

Kalau lo mau punya panduan journaling yang lebih terarah, bisa nonton rekaman kelas Les Journaling gue yang ini.
Di kelas itu, gue bantu buat nemuin gaya journaling yang sesuai dengan kebutuhan, sekaligus kasih contoh journal blueprint-nya. Klik tombol di bawah kalau lanjut nonton rekaman kelasnya, ya.

Rekaman Kelas

Baca juga:

P.S. Kalau selesai baca blog post super panjang ini, please tinggalin emoji kucing di komentar 😸.

Thanks for reading! Hope this post helps!