Karena Pandemi

Karena Pandemi - Grisselda Nihardja Blog.jpg

“Lo ngerasa nggak sih, karena pandemi yang panjang gini, cari teman itu jadi lebih susah?”

Pertanyaan dari Fani itu muncul di obrolan sore kami, yang tanpa disadari topik pembicaraannya berangsur-angsur menjurus ke interaksi sosial. Dari mencari teman, sampai kebutuhan akan dosis interaksi dengan orang lain yang makin tinggi karena ruang gerak masih terbatas.

Pandemi yang awalnya dikira satu, dua, atau paling lama enam bulan deh, ternyata berlanjut sampai lebih dari satu tahun. Setelah ulang tahun yang pertama pun, sekarang ada susulan gelombang pasca libur panjang.

Kalau berandai-andai kapan pandemi ini berakhir, melihat situasi yang ada sekarang sih jujur mau ngayal juga sulit. Belum terbayang ujungnya di mana, dan kapan akan terlihatnya.

Karena pandemi, kita dituntut untuk berubah, entah sementara, atau seterusnya. Yang pasti, setahun belakangan ini cara bergaul dan bersosialisasi pun kena dampaknya.

Kangen ketemu teman, nongkrong, makan, liburan bareng, ya pasti. Seintrover-introvernya saya, sebetah-betahnya saya di rumah, ada lah kerinduan untuk ngebolang bareng teman main ke luar kota atau ke luar negeri, ingin bisa santai ngakak haha hihi face to face tanpa diiringi rasa khawatir lagi diikuti atau ikut menyumbang penyebaran virus Covid-19.

Tapi kalau bagian susah cari teman baru, saya rasa, saya termasuk orang yang beruntung karena nggak mengalaminya. Karena yang terjadi pada saya justru sebaliknya.

Kalau ditarik ke belakang sampai ke fase #dirumahaja yang pertama tahun lalu, penolong yang bikin saya tetap waras karena dapat dosis rutin berinteraksi dengan manusia lain adalah klub buku.

Karena pandemi, saya jadi lebih rajin ikut, dan juga bikin beberapa diskusi buku.

Dari situ, perlahan tapi pasti, ada nama-nama yang langganan ikut, sampai saya jadi hapal sendiri. Eh, kayaknya dia juga ikut deh di XYZ. Wahh, dia ikut juga di diskusi ini. Sampai-sampai ada yang request “Kak, bikin diskusinya dong biar lebih banyak yang baca dan bisa diobrolin bareng-bareng”, atau “Ayo, Griss, bikin diskusinya biar gue juga semangat baca” kalau pas ada buku bacaan yang saya share dan sama dengan yang mereka punya.

Karena pandemi, memang semuanya jadi serba virtual. Ketemu dan ngobrolnya via Google Meet, Zoom, atau chat. Namun, buat saya, berinteraksi versi virtual ini sudah seperti suplai “bensin” unlimited yang memotivasi untuk lebih peka, lebih aware, lebih hati-hati, dan lebih mindful saat melakukan berbagai macam hal dan menyerap informasi yang tak terhingga jumlahnya.

Selalu ada topik intelektual atau cerita fiksi dengan isu atau gaya penulisan unik yang tercermin dari suatu buku. Karena akan dibahas dan diobrolin langsung, saya pun jadi menjeburkan diri untuk engage dengan topik-topik ini. Karena saya ikut berbicara, atau ikut bertanya, setidaknya saya perlu menyiapkan diri. Perlu baca, ambil momen untuk observasi, refleksi diri, dan terus belajar untuk meramu, menyampaikan, dan mendengarkan pendapat.

Misalnya, bareng teman-teman KEBAB Reading Club, saya jadi terpapar dan membaca cerita-cerita dari bagian Indonesia yang jarang dilihat. Sudut pandang saya akan suatu cerita jadi lebih kaya setelah mendengar pendapat dari pembaca lain, penerbit, bahkan penulisnya sendiri.

Dari teman-teman Baca Bareng Tangerang, saya jadi dapat banyak rekomendasi buku menarik mulai dari thriller sampai buku psikologi.

Bareng teman-teman penyuka non-fiksi, beberapa topik yang tadinya asing seperti behavioral economics, social influence, dan rethinking malah jadi terasa seru karena dibedah dan diobrolkan bersama-sama.

Karena pandemi, makin banyak orang-orang yang tergerak untuk membuat klub buku dan merangkul sesama pembaca. Mencari teman dan berjejaring ternyata nggak sesulit yang dibayangkan kalau kita mau ikut serta dalam komunitasnya. Buat yang suka atau tertarik membaca, coba intip Agenda Perbukuan yang Hesti buat di sini untuk melihat banyaknya pilihan klub buku yang juga bisa kamu coba.

Satu yang pasti, terlepas dari pahit dan keparatnya, karena pandemi, saya jadi dipertemukan dengan orang-orang baru, dan bahkan beberapa di antaranya lanjut jadi teman ngobrol sampai sekarang.

Kalau nggak ada mereka, mungkin saja hari-hari saya isinya cuma bangun tidur, kerja, makan, istirahat bentar, kerja lagi, selesai kerja ya makan lagi, nonton YouTube/Netflix, tidur, dan berulang begitu terus sampai setahun lebih :)