Buku Fisik vs Buku Digital, Pilih yang Mana?

Buku Fisik vs Buku Digital, Pilih yang Mana?.jpeg

Semakin rutin saya mengunggah post tentang buku bacaan di Instagram, semakin banyak juga beberapa pertanyaan yang masuk ke DM.

“Kak, apa bedanya baca buku fisik dengan buku digital? Mana yang lebih enak?”

e-reader yang dipakai itu apa namanya, Kak? Beli di mana?”

Saat saya ingat-ingat lagi, sebelum mulai baca buku digital, saya pun mengalami kegalauan. Nggak tahu enak mana, nggak tahu apa aja kelebihan dan kekurangannya. Sekarang, udah lebih dari satu tahun saya membaca dua format buku: Fisik dan digital* Beberapa kelebihan dan kekurangannya pun semakin jelas. Silakan libatkan beberapa informasi ini dalam pertimbangan kalian, ya.

*Buku digital yang saya maksud di sini adalah Kindle books, karena cuma buku dari Kindle yang saya beli dan punya. Aktivitas membaca buku digitalnya 90% saya lakukan di Kindle Oasis.

Kelebihan Buku Fisik dan Kekurangan Buku Digital

  • Saat membaca buku fisik, saya bisa melakukan marginalia secara langsung, ikut serta memberikan respon dan komentar lebih cepat. Bawa pensil, langsung tulis. Kalau buku digital, saya perlu highlight dulu kalimatnya, klik Notes, lalu pencet-pencet tiap huruf di layar. Personally, lebih repot ketik di Kindle karena ukurannya yang nanggung. Kurang kecil nggak seperti smartphone, jadi jari tangan nggak secepat biasanya.

  • Buku fisik bisa ditempeli sticky tab dalam berbagai warna. Ini membuat saya bisa menggunakan color code untuk mengkategorikan apa yang ingin diingat. Misalnya, pakai sticky tab kuning untuk menandakan peristiwa/dialog lucu, pakai biru untuk peristiwa sedih, dan warna ungu untuk konflik keluarga. Jadi dari setengah jalan, saya bisa ambil kesimpulan awal “Wah, ini setengah novel isinya banyak banget yang lucu” dari jumlah dan warna sticky tab yang saya tempel. Kalau buku digital, karena saya bacanya di Kindle Oasis (dan Kindle device lain pun gitu), nggak ada penanda warna yang bisa digunakan. Paling diakalinya dengan tambah kode/tanda saat bikin notes di highlight-nya.

  • Buku fisik menyenangkan untuk dikoleksi. Kalau sudah suka, memang hobi, dan mau punya perpusatakaan/rak buku pribadi, tentu buku fisik lebih memuaskan untuk ditata dan dipandang. Kalau buku digital, nggak kelihatan wujudnya.

  • Buku fisik bisa jadi hadiah. Punya teman yang suka baca? Kasih kado buku incarannya aja, kemungkinan besar akan girang bukan main. Berbeda rasanya kalau yang dikasih buku digital. Balik lagi, karena nggak kelihatan barangnya, elemen kejutan dan kepemilikannya nggak sekuat buku fisik.

  • Karena formatnya beda, buku fisik sekali buka sudah dapat dua halaman. Personally ini salah satu faktor yang saya suka dari buku fisik. Kalau udah baca blog post tentang Kindle, saya ngarep kalau nanti ada ukuran Kindle yang lebih besar; biar lebih muat banyak tulisan. Keterbatasan ukuran layar Kindle bikin satu halamannya cuma muat beberapa baris saja. Baru baca beberapa paragraf, udah perlu klik next, kadang kalau baca sambil makan atau tangan sedang dipakai untuk melakukan aktivitas lain, ya jadi sedikit merepotkan. Sedikit saja sih.

  • Buku fisik punya format yang lebih rapi. Terasa sekali saat ada tabel, grafik, atau gambar di dalam bukunya. Buku fisik menang telak di sini. Kalau buku digital, spacing-nya jadi perlu kompromi saat ada gambar/tabel/grafik di dalamnya. Misalnya, ada halaman yang satu layarnya cuma ada 2 paragraf, lalu sisanya kosong. Saat klik next ternyata ada gambar yang memakan 2/3 layar yang nggak muat kalau dimasukkan di halaman sebelumnya. Yang begini, sering terjadi kalau baca buku di Kindle e-reader.

  • Buku fisik jadi pengingat kalau timbunan buku yang belum dibaca sudah terlalu banyak, atau pengingat jitu kalau buku yang dibeli ternyata nggak selaras dengan ruang yang tersisa di rak buku atau rumah. Beda banget dengan buku digital yang lebih mengecoh karena “tersembunyi” di dalam Kindle Oasis. Jarang saya menghitung ada berapa banyak buku digital yang belum terbaca, sedangkan kalau lihat buku digital harga miring, biasanya langsung klik beli. Tahu-tahu jumlah unread books-nya udah banyak.

  • Buku fisik nggak perlu baterai. Bisa membaca tanpa perlu khawatir, “Nanti jam/hari XXXX gue perlu cari colokan buat nge-charge Kindle.” Seeawet-awetnya baterai Kindle, namanya gadget pasti ada umur baterainya juga. Kalau baterai masih oke, tapi pas low-bat lupa charge ya bisa juga kejadian. Hehe.

  • Sensasi membaca buku fisik masih belum terkalahkan. Ada pembaca yang suka dengan kegiatan membaca sekaligus memegang buku, membolak-balik kertasnya, menulis langsung di buku, sampai mencium wangi kertasnya (me too). Sensasi ini yang nggak bakal bisa dikasih buku digital.

Kelebihan Buku Digital dan Kekurangan Buku Fisik

  • Buku digital bisa di-sync ke berbagai gadget. Misalnya, saya baca buku digital di Kindle Oasis, tapi saya juga punya aplikasi Kindle di iPhone dan Macbook. Nah, kalau udah login, nyambung semua tuh di tiga gadget ini. Lokasi terakhir baca di Kindle Oasis, terbaca juga di Macbook dan iPhone. Highlight-nya pun juga nge-sync di semua device.

  • Highlights dan notes bisa di-export sebagai file csv dan pdf, otomatis dikirimkan ke email. Ini membantu saat mau bikin ulasan buku, atau cari referensi dari buku tersebut yang sudah ditandai karena apa yang sudah di-highlight dan diberi catatan saat baca buku digital terkumpul dalam satu dokumen. Berbeda dengan buku fisik yang kalau memang ditulis di sana, perlu dibuka-buka dulu halaman yang ditandai/ditulis-tulis.

  • Mudah sekali mencari informasi. Saat terpikir untuk mencari referensi/penjelasan/kutipan dari buku tertentu, tinggal buka Kindle, cari keyword-nya, langsung ketemu. Jelas jauh lebih cepat. Kalau buku fisik lebih repot memang: Perlu bikin indeks, atau catatan yang detail dan teliti supaya bisa dicari lebih cepat.

  • Harga buku digital lebih murah. Karena nggak ada ongkos cetak, distribusi, sewa dan maintenance toko, wajar ya kalau harganya nggak semahal buku fisik. Namun, nggak hanya itu. Buku digital juga sering sekali didiskon dengan harga yang sangat murah. Saya terbiasa cek Kindle Daily Deals, kalau pas nemu buku incaran yang harganya jadi cuma satu sampai tiga dolar itu menyenangkan sih memang.

  • Bisa beli buku digital yang dimau kapan saja. Klik, langsung bisa baca saat itu juga. Nggak perlu nunggu buku dikemas dan diantar. Kalau pre-order buku fisik, bisa makan waktu tiga minggu sampai satu bulan karena dikirim dari luar negeri.

  • Buku digital nggak butuh rak buku, dan nggak makan tempat. Ini jadi salah satu alasan terbesar saya mulai mengombinasikan format buku baru yang dibeli, ada yang fisik, ada yang digital. Selain menjual koleksi di @rakcerita, porsi belanja buku digital ditambah, porsi belanja buku fisik dikurangi. Kalau semua buku baru ada fisiknya, saya nggak punya tempatnya.

  • Buku digital nggak bergantung dengan pencahayaan yang bagus. Beda dengan buku fisik yang kalau pencahayannya kurang malah nggak nyaman dibaca. Kalau nggak bisa tidur, dan lampu kamar udah mati? Buka Kindle aja, baca di atas kasur sampai ngantuk.

  • Praktis dibawa ke mana saja, dan bisa dibaca di mana saja. Kalau buku fisik dibawa ke mana-mana lumayan makan tempat di tas, dan nambah beban untuk pundak. Nah buku digital yang tersinkronisasi di berbagai device memudahkan saya untuk mengakses dan membacanya di mana saja. Lagi laptopan di cafe, dan mendadak terpikir buku tertentu? Tinggal buka aplikasi Kindle-nya di Macbook dan baca. Lagi ngantri beli makanan? Bisa juga baca buku dari aplikasi Kindle di iPhone.

  • Kindle books bisa ditukar dalam tujuh hari. Just in case saat dibaca ternyata nggak cocok dengan isi bukunya, atau nggak sesuai harapan, ada opsi return yang bisa dimanfaatkan. Kalau buku fisik, setahu saya kebijakan pengembalian/penukaran hanya berlaku kalau ada cacat produksi (halaman yang hilang misalnya).

Jadi, Pilih Buku Fisik, Buku Digital, atau Dua-Duanya?

Setelah baca kelebihan dan kekurangan dari buku fisik maupun buku digital di atas, what do you think? You’re the one who can decide, not me.

Nggak ada satu yang jauh lebih baik, atau satu yang lebih layak dipilih, because each format serves different purpose.

Beberapa pertimbangan yang perlu dilibatkan saat ingin memilih salah satu, mencoba dua format, atau beralih penuh-jadi pindah ke format lainnya:

  • Kenyamanan membaca. Nyaman membaca buku fisik, atau buku digital? Atau keduanya? (Saya tipe yang terakhir: Fisik hayuk, digital hayuk).

  • Tempat menyimpan buku. Punya rak buku? Ada space yang masih kosong? Ruang keluarga dan meja kerja masih aman? Nggak ketutupan buku? Kalau rak buku udah penuh, rela jual buku lama nggak untuk bikin tempat untuk buku baru?

  • Cara berinteraksi dengan buku yang dibaca. Kalau membaca, apakah ya baca aja, atau lebih nyantol kalau bukunya digarisi, ditulisi?

  • Tujuan membaca, dan apa yang mau dilakukan setelahnya. Paling sering membaca untuk apa? Hiburan? Belajar? Mengembangkan diri? Mencari pemahaman baru? Apakah selesai membaca ya sudah, atau bukunya bakal sering dijadikan referensi? (Buat bikin konten, esai, atau presentasi misalnya). Paling nyaman cari referensi dengan cara seperti apa?

  • Preferensi koleksi vs kuantitas. Misal, bujet belanja buku dalam sebulan Rp500.000. Lebih memilih untuk dipakai beli tiga buku fisik yang bisa dikoleksi dan terpampang di rak buku, atau beli sepuluh buku digital?

Kalau e-reader, Perlu beli Nggak?

We don’t even know what we want to do with our lives—until we find a relative or a friend who is doing just what we think we should be doing. Everything is relative, and that’s the point.

Dan, Ariely. Predictably Irrational.

Saat baca tulisan Dan Ariely di atas, saya langsung teringat dengan pesan-pesan yang masuk ke DM Instagram. Ada yang jadi kepengin beli e-reader karena lihat unggahan saya di Instagram. Namun, ada juga yang sampai ke tulisan “Kindle: Keinginan atau Kebutuhan?” lalu jadi mengurungkan niatnya untuk beli, dan bahkan sampai kirim thank you email ke saya.

Harap diingat ya, adik-adik, dan teman-temanku semuanya, beli Kindle e-reader itu bukan satu-satunya jalan ninja buat baca Kindle books. Aplikasi Kindle yang GRATIS juga bisa di-install di smartphone dan laptop masing-masing.

Saya memang pakai Kindle Oasis, tapi itu bukan berarti kamu juga perlu beli Kindle Oasis untuk baca buku digital. Remember, some people have privilege. I have some, and I don’t want to say you must follow my way. No. Just because I use a Kindle Oasis to read an e-book, doesn’t mean you have to buy the same thing.

Saya nggak mau meng-convert pembaca yang terbiasa baca buku fisik untuk beralih ke buku digital, atau sebaliknya, atau bahkan menganjurkan untuk pilih dua-duanya aja sekalian. Nggak gitu.

Saya juga nggak mau bilang, “Kindle paling oke!” atau “Buku fisik tetap yang terbaik!” atau “Udah sikat aja dua-duanya daripada bingung.”

Nggak.

Situasi orang beda-beda, dan apa yang “pas” buat saya, belum tentu orang lain juga akan merasakan yang sama. Sesimpel ya saya nggak tahu kondisi keuanganmu gimana. Kalau kamu keluarin uang x juta buat beli Kindle e-reader, masih bisa makan nggak bulan ini? Bayar kos aman? Kebutuhan pokok lainnya masih bisa dipenuhi? Dana darurat udah kekumpul? Yang perlu support ortu, uang bulanan buat kiriman aman? Kan yang tahu diri masing-masing.

Coba tanyakan ke diri sendiri dulu:

  • Kebiasaan baca saya seperti apa? Baca kalau keinget/sempat, atau udah rutin?

  • Apa pentingnya baca buku buat saya?

  • Cashflow bulanan saya aman?

  • Ada bujet ekstra di sinking fund atau uang dingin yang bisa dipakai? Karena buat sebagian orang, gelontorin sekian juta buat beli e-reader bisa bikin cashflow ngepas, tabungan abis, atau malah minus kalau nggak ada buffer.

  • Kalau diperlukan, ada tambahan income yang bisa dicarikah kalau memang kepengen banget dan rela mau keluarin duit segitu banyak buat beli e-reader?

Yang begini-begini nggak bisa titip jawaban ke orang lain, ya. Perlu dijawab sendiri.

Jangan sampai latah dan mendadak merasa butuh beli Kindle Oasis atau jenis e-reader lain karena lihat orang-orang pada pakai. Hati-hati juga kalau udah menghabiskan sekian jam buat baca dan nonton ulasan-ulasan positif dari penggunanya yang bikin jadi makin mau beli. Hati-hati. Itu confirmation bias juga jatuhnya. You only search for evidences that support your belief, in this case, the so-called need to own an e-reader. Just be careful, okay? Relax. Take it easy. Think. Calculate the pros and cons.

Bukan berarti saya melarang, ya. Wong saya juga pake. Kalau memang suka membaca, bujet ini itu aman, udah mempertimbangkan plus minusnya, dan bukan karena ikut-ikutan, silakan saja.